Review Episode 8 Love Live! Sunshine!!: Bukankah itu Menjengkelkan?


2 bulan telah berlalu semenjak awal tayangnya dan kini kita telah sampai di episode 8. Berbeda dengan serial sebelumnya dimana pada masa ini seluruh member µ’s telah bersatu padu menjadi satu grup lengkap, grup Aqours di serial Sunshine!! masih belum mencapai tahap tersebut bahkan episode ini sedang menceritakan perjuangan jati diri grup mereka di lingkungan kompetisi Idol School yang sesungguhnya. 

Menurutku tidak ada yang salah dengan plot semacam ini karena membuat cerita ini menjadi semakin masuk akal dan mengena di hati, Salut untuk tim penulis cerita kali ini karena telah memberikan warna lain di dalam Love Live! yang tidak hanya sekedar menceritakan perjalanan anime shoujo yang selalu “happy happy hurray!” tetapi juga diwarnai dengan air mata rivalitas layaknya cerita idol pada umumnya.



No Game Play Here!


Tampaknya aku membuat kesalahan saat mengatakan bahwa posisi nomer urut penampilan grup di Tokyo School Idol World adalah berdasarkan ranking terbawah. Anyhow, itu tidak mengubah fakta bahwa Aqours tampil nomer 2 setelah Saint Snow.



Entah Aqours memasang di profil blog mereka bahwa grup mereka ingin menjadi µ’s ataupun karena rupa Chika tampak seperti Honoka sehingga sepertinya grup di Tokyo itu telah menyadari bahwa Aqours sedang berusaha menjadi  µ’s. Dan sama seperti reaksiku di episode 6, mereka membenci itu!

Mencoba menganalisa perkataan Ria yang menitikkan air mata ketika mengatakan hal tersebut, tampaknya sang rival benar-benar terpukul melihat skor akhir Aqours. – di titik ini aku berbeda pendapat dengan Ruby.  Aku melihat bahwa Ria sepertinya menaruh harapan tinggi kepada Aqours (yang dianggap) sebagai Rival utamanya namun dia kecewa dengan penampilan mereka yang tidak terlalu mengesankan.


Saint (Loco), Snow (Halation)


Kehadiran Saint Snow adalah warna di dunia Love Live!, Sebagaimana telah aku bahas di review sebelumnya, kehadiran mereka adalah pengakuan terhadap eksistensi genre “Kawaii–Metal” di dunia J-POP, sebut saja BABYMETAL. Tentunya Love Live! bukanlah anime pertama yang melakukan itu, Di anime Wake Up Girls! sebelumnya juga ada grup serupa yang bernama NEXT STROM.

nih movie sampe sekarang belum nemu subtitlenya (?) :v

Mengenai Rivalitas, Saint Snow telah memberikan tensi persaingan yang nyata bagi Aqours. Meskipun mereka bukanlah pemenang event ini namun itu cukup untuk menyadarkan Aqours tentang betapa kejamnya persaingan dunia Love Live! yang sebenarnya.

Saint Snow berbeda dengan A-RISE. Kita harus paham itu! mereka hadir sebagai dalam style dan dunia yang berbeda. Sejak awal A-RISE telah menjadi grup idola sekolah profesional bahkan sebelum Love Live! ada. Mereka tampil sebagai Top Idol dan menjadi panutan bagi para idol lainnya, mereka juga memiliki style layaknya band K-POP pro. Itulah mengapa mereka dengan mudah memenangkan kompetisi LL! pertama dan itulah yang membuat kemenangan µ’s di kompetesi kedua menjadi tidak masuk akal.


Sedangkan Saint Snow tampil sebagai grup anti mainstream. Fakta bahwa mereka memilih genre “Kawaii-Metal” menandakan bahwa mereka itu berani dan tidak takut menjadi berbeda. Ini seperti kehadiran DOG di WUG! seperti yang aku bahas kemarin. Aku tidak melihat bahwa mereka akan tampil sebagai musuh utama Aqours, faktanya adalah grup peringkat teratas sekaligus pemenang TSIW malah disembunyikan. Meskipun aku juga tidak peduli kalau mereka nantinya akan ditampilkan sebagai rival utama Aqours. Toh, nantinya mereka tetap tidak akan tampil di Live Concert Aqours.

Karena itulah membandingkan A-RISE dan Saint Snow itu sudah diluar konteks. Entah selera musik saya yang aneh atau memang cara ngidol saya yang berbeda namun menurutku Saint Snow sudah tampil dengan baik disini. Kalau kalian mengatakan lagunya aneh, dancenya jelek? Aku jadi penasaran apakah kalian pernah nonton konser Babymetal? Bahkan Babymetal juga tidak pernah menari secara keren tapi sesuai dengan ritme dan energi lagunya, kan?. Kalau pernah nonton festival idol J-Pop seperti Tokyo Idol Festival, JAM EXPO pasti ngerti genre idol rock semacam ini, seperti Babyraid, HKFC, Party Rocket, dll (mungkin cuma satu aliran sama gw yang ngerti ini. lol)


0 is ZERO


Berbeda dengan yang aku pikirkan, penilaian event Tokyo School Idol World ini didasarkan oleh voting dari para audiens bukannya penilaian Juri. Wajar saja sebagai grup rookie, mereka tidak dikenal oleh orang Tokyo. Meskipun aku juga meragukan jika para penonton ini bersikap netral dalam memberi penilaian dan bukannya berasal dari fanbase tertentu. 

Well, kalau dipikir-pikir pemenang event Love Live! memang berdasarkan voting penonton sih, bukannya dari penilaian Juri. Tentu saja ini akan menjadi hal yang berbeda seandainya diadakan di indonesia, seingatku Mamamia juga memakai sistem yang sama kan? Seandainya di atas panggung itu ada acara drama, disuruh menceritakan kenapa mereka mau jadi school idol sampai nangis-nangis, pasti bakalan lain ceritanya? lol.


Bagaimanapun Chika dkk pada akhirnya dipaksa menghadapi kenyataan yang sebenarnya (damn you, mbak MC mantan reporter kacamataan!) bahwa grup mereka tidak memiliki appeal yang bisa menarik perhatian penonton. Ini terdengar masuk akal jika kita melihat melalui kacamata Dia bahwa grup ini gagal bukannya karena penampilan yang tidak bagus ataupun kurang “kerja keras”, seperti halnya yang pernah disinggung Mari di eps 6 tapi karena ketatnya persaingan untuk mendapatkan fans/audience/voters yang sebenarnya, bukannya sekedar memanfaatkan “goodwill people.” saja.


 7.236


Disebutkan bahwa jumlah peserta Love Live! telah meningkat lebih dari sepuluh kali lipat dari jumlah peserta kompetisi awal. Agak aneh juga jika melihat di episode sebelumnya diperlihatkan bahwa jumlah grup idola sekolah ada sekitar 5.000-an.

Hasil 0 yang mereka dapatkan di event Tokyo School Idol World yang mereka dapatkan ini sesungguhnya bukan apa-apa jika ingin dibandingkan dengan kompetisi Love Live! sesungguhnya yang jumlah pemberi votingnya akan lebih banyak. Karena itulah ini membuktikan bahwa mereka masih belum siap untuk menghadapi kompetisi sesungguhnya. 

Begitulah Dia memberikan wejangan  kepada grup Aqours yang sedang putus asa untuk lebih sungguh-sungguh memikirkan tindakan mereka jika ingin serius mengikuti kompetisi Love Live!. Seperti yang selalu dikatakan Team Rocket, “Prepare for the trouble, and make it double... No, Ten times!”


Step! Zero to One.
 

Jadi, sekali lagi mereka memutuskan untuk mengadaptasi tema lagu dari single pertama mereka ke dalam sebuah cerita. Jika di episode 1 kita menjumpai tema “Aqours - Kimi no Kokoro wa Kagayaiteru kai?” yang digunakan hingga episode 3, maka kali ini giliran lagu b-side mereka. Aku penasaran apakah tema lagu favoritku “Aqours☆HEROES” juga akan dimasukkan di anime ini?

When you think you can move but can’t,  it’s when you become more serious.
This time, for sure, definitely…
Let’s overcome the difference between ZERO and ONE,
I feel like I’ll be able to move again.
But I’m sure the future will still remain a mystery.
ZERO to ONE, ZERO to ONE, ZERO to ONE… STEP!
ZERO to ONE, Steppin’ my heart!

Di saat ingin bergerak namun tidak bisa,
Kali ini, pastikan, jangan ragu
Ayo atasi perbedaan antara Nol ke Satu,
Aku merasa seperti bisa bergerak lagi
Meskipun aku tahu masa depan akan tetap menjadi misteri
ZERO to ONE, ZERO to ONE, ZERO to ONE… STEP!
ZERO to ONE, Steppin’ my heart!


Fakta “Zero” yang Chika hadapi jelas berbanding terbalik dengan semangat “Kagayaita” yang selalu didengungkan olehnya. Dan sama seperti bait lirik reff keduanya ini, Chika pada akhirnya mengambil keputusan untuk mengubah Zero-phobia miliknya menjadi motivasi dasar untuk melangkah meraih kesuksesannya. Aku pikir ini adalah poin utama berharga yang membuat episode ini benar-benar bagus dan menjadikan cerita serial ini semakin menarik.


Chika Leader


Bagiku sendiri salah satu poin minus dari serial Love Live! selain ketiadaan faktor pria adalah ketiadaan faktor manager. Faktor Produser menjadi salah satu faktor penting bagi perkembangan para idola di Idolm@ster & WUG! Bahkan Locodol juga memilikinya, Aikatsu yang merupakan sekolah idola meskipun tidak  memiliki produser namun mereka memiliki guru latih, bahkan ada agensi tersendiri. Nah, Love Live!?

Aku melihat seperti grup ini tidak pernah benar-benar serius dianggap sebagai grup idola oleh pihak sekolah. Ada faktor kesengajaan untuk mereka berkembang dengan caranya sendiri, yang aku maksud disini adalah seperti yang pernah aku tulis di episode 2 jika grup idola sekolah itu dianggap sebagai satu grup ekstrakurikuler sekolah maka sudah sepatutnya mereka memiliki guru pembina! Menurutku faktor guru pembina ini sangat diperlukan khususnya pada situasi semacam ini ketika grup Aqours mengalami kekalahan telak. Sosok guru pastinya bisa memberikan wejangan, setidaknya penghiburan untuk menguatkan anak didiknya. 

Aku merasa sosok Chika yang dipaksa untuk menanggung beban / kesedihan teman-temannya karena kekalahan grupnya itu terlalu berlebihan. Bagaimanapun juga dia cuma anak gadis 16 tahun yang masih mengalami masa pubertas. Bagaimana mungkin dia bisa mengatasi kegalauan hatinya itu dalam waktu satu atau dua malam saja? Kekalahan pertama di kompetisi resmi dengan hasil yang sangat mengenaskan. Apalagi dia itu cewek, dan y know cewek itu . . . . (no comment). Intinya, Kamu butuh lebih dari sekedar amnesia untuk bisa mengatasi itu. Sungguh mengesankan melihat dia tidak menjadi gila karena hal tersebut.


Namun disisi lain itu membuktikan bahwa Chika memiliki manajemen kepemimpinan yang lebih baik daripada Honoka. Meskipun Chika itu baka tapi dia cukup tenang untuk tidak membuat down grupnya. Chika mungkin bukanlah orang visioner yang bisa membayangkan kemenangan di ujung akhir bagi grupnya bahkan dia sebenarnya tidak tahu bagaimana harus memulai membentuk grupnya namun itu tidak menghentikan niatnya untuk belajar menjadi idola, bukannya hanya mengandalkan potensi kemampuan teman-temannya.

 
Chika memiliki faktor kepemimpian yang tidak terdapat pada diri Honoka yaitu independen / tidak tergantung. Keberadaan You yang blak-blakan menjadi faktor yang diperlukan Chika untuk menjadi jujur dengan dirinya sendiri, setidaknya tidak perlu ada lagi adegan tampar-tamparan yang dilakukan Umi. Pada bagian terakhir episode ini Riko mengatakan bahwa seluruh member di grup Aqours memilih menjadi idola atas keputusan mereka sendiri. Ini adalah keadaan yang sangat berbeda dengan µ’s yang terlalu Honoka-sentris sehingga ketika Honoka fall maka µ’s collapse.



Third as Riddle (part 4): Stage Fright Syndrom

Mari kita kumpulkan kepingan-kepingan puzzle yang telah ada hingga saat ini.

1.    Kanan dan Dia mengajak Mari untuk membentuk Idol Grup demi menyelamatkan sekolah.

Agak lucu juga melihat karakter mereka bertiga yang bertolak belakang dengan saat ini

2.    Entah bagaimana mereka pada akhirnya berhasil mendapatkan undangan dari Paguyuban Tokyo Idol School

Jadi mereka menjadi grup secara sembunyi-sembunyi? sehingga Chika, teman kecilnya Kanan sampai tidak tahu tentang itu? sementara Ruby sudah tahu kalau kakaknya pernah membuat grup?.

3.    Kanan adalah Center (?)


Pembahasan dibawah. Tapi kalau dia benar seperti itu, besar kemungkinan bahwa Kanan adalah orang yang memberi nama Aqours.

4.    Mereka Gagal


5.    Dia melarang pembentukkan Grup Idola Sekolah di sekolahnya karena trauma


6.    Mari datang untuk membawa Dia dan Kanan kembali ke Idol Hell

Ayolah, kalian berdua adalah orang yang bertanggung jawab membuat Mari menjadi seorang maniak! Karena itu, kalian punya andil untuk terjun kembali ke dalam dunia Idol Hell yang tidak berujung itu.


Fakta ini kurang lebih mirip dengan dugaanku sebelumnya di episode 4. Hohohohoho!!!! Sekilas cerita ini mirip dengan pengalaman New Generation (Idolm@ster Cinderella Girls eps 6) saat pertama kali tampil debut. Mereka sama-sama kecewa dengan hasil penampilan mereka dengan plot cerita masing-masing namun pengalaman itu sudah cukup untuk membuat mereka memutuskan untuk berhenti menjadi idola. Meskipun belum diketahui siapa leader/center/pencetus ide awal “Old Trio Mermaid” tersebut, tapi seandainya orang yang paling berperan besar itu adalah Kanan maka setidaknya aku merasa keadaan dia mirip dengan keadaan Mio Honda pada saat itu, somehow.

 
Anyway, Pada akhirnya terungkap bahwa anak kelas tiga ternyata menderita sindrom demam panggung yang juga pernah diderita oleh Riko. Perbedaannya mungkin adalah pada situasi keadaan. Riko mengalami demam panggung karena terbebani oleh nama besar dan harapan besar dari sekolahnya terhadap dirinya bahkan sebelum kompetisi dimulai, sedangkan anak kelas tiga merasa terintimidasi setelah melihat penampilan yang jauh lebih baik dari para grup lainnya. Entah mengapa ceritanya dibuat begitu, sepertinya para gadis disini memang butuh Aqua.


Rating



Sebenarnya aku agak ragu memberikan ini tapi ada peningkatan cerita yang begitu signifikan setelah episode 6. Ini layaknya sebuah kurva cekung dimana mereka tampil bagus di episode awal lalu semakin menurun hingga menyentuh dasarnya di episode 6 tapi berhasil naik hingga saat ini. Masih terlalu dini untuk mengatakan bahwa mereka berhasil, jadi aku masih ragu apakah mereka dapat membuat hat-trick A score.

Rate: A- (+0,5)



Tambahan: Di titik ini aku sudah tidak bisa melihat lagi faktor member µ’s KW yang pernah aku uraikan di episode 4. Semua gadis disini sudah tampil berjuang dengan ciri khas diri mereka masing-masing, dan aku berharap kepribadian mereka ini akan terus berkembang di episode berikutnya.



PS: Sejujurnya aku berusaha secepat mungkin memposting ini, namun fakta bahwa aku hanya memiliki waktu 3-5 jam untuk menulis di laptop setiap harinya membuat penulisan review ini begitu lambat setelah ditinjau ulang dan berulang kali. So, It’s also make me frustrated!

Kalau kalian punya pendapat lain silahkan tulis di kolom komentar, yah! Klik tombol followers di bawah juga yah!


   
NOTE: Edit text about topic 1 "No Game Play Here!" for necessary reason on 26/08/2016 - 04:30 AM

Komentar